Surabaya, jurnal9.tv -Tepat 14 Mei 2024, Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur telah genap berusia 14 tahun. Penandaan itu bersamaan dengan pelantikan lima komisioner yang kali pertama mendapatkan amanah. Yakni, Imadoeddin, Daan Rachmad Tanod, Djoko Tetuko Abd Latif, Nurul Amalia, dan Didik Prasetiyono. Mereka resmi dilantik oleh gubernur pada 14 Mei 2010 dan bertugas hingga 2014.
Pelantikan komisioner KI Jatim kali pertama tersebut bertempat di Gedung Binaloka Kantor Gubernur, Jalan Pahlawan Surabaya. Pelantikan itu sekaligus mencatatkan Jatim sebagai provinsi kedua di Indonesia yang membentuk KI, setelah Provinsi Jateng. Hal ini menjadi satu wujud komitmen Jatim dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Selama 14 tahun, sudah cukup banyak yang telah dilakukan Komisi Informasi sebagai sebuah lembaga mandiri. Terutama melaksanakan fungsinya seperti tertuang dalam Pasal 23 Undang-Undang tentang KIP. Yaitu, menjalankan Undang-Undang tentang KIP dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non-litigasi.
Jamak diketahui, Undang-Undang tentang KIP memiliki tujuh tujuan mulia seperti tertuang dalam Pasal 3. Pertama, menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik. Kedua, mendorong partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Ketiga, meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik.
Keempat, mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efesien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Kelima, mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Keenam, mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Ketujuh, meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di lingkungan badan publik untuk menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Namun demikian, sejauh ini keterbukaan informasi publik yang telah diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2008 itu masih belum diimplementasikan secara maksimal di seluruh tingkatan pemerintahan dan instansi. Mesti diakui, beberapa badan publik masih mengalami sejumlah kendala dalam melaksanakan KIP tersebut. Termasuk di wilayah Jatim. Salah satu indikatornya masih cukup banyak pemohon yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi (PSI).
Berdasarkan data, akumulasi jumlah permohonan PSI yang masuk ke Komisi Informasi Provinsi Jatim sejak awal hingga Desember 2023 mencapai 316 perkara. Dari jumlah tersebut, yang belum diproses ada 213 perkara, sedang diproses 24 perkara, putusan mediasi 6 perkara, putusan ajudikasi 57 perkara, permohonan dicabut 6 perkara, dan dihentikan 10 perkara.
Nah, untuk menuntaskan tanggungan permohonan PSI itu, dalam beberapa bulan terakhir Komisi Informasi Provinsi Jatim telah melakukan sejumlah program akselerasi. Mulai dari hulu dengan makin intensif melaksanakan edukasi, advokasi, dan asistensi kepada para Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di setiap badan publik dengan harapan mereka membuka akses informasi publik itu sesuai ketentuan perundang-undangan, hingga menambah intensitas jadwal persidangan. Bersyukur, dalam rentang Januari-April 2024, jumlah permohonan PSI yang berhasil diselesaikan oleh KI Provinsi Jatim telah mengalami peningkatan yang signifikan.
‘’Alhamdulillah, hanya dalam empat bulan terakhir tahun ini, kami sudah menyelesaikan lebih dari 50 perkara. Kini, masih menyisakan sekitar 200 perkara, dan insya Allah kami menargetkan bisa selesai dalam dua tahun periode ini. Di sisi lain, permohonan PSI baru, relatif berkurang. Ini mengindikasikan semangat dan kesadaran badan dalam melaksanakaan keterbukaan informasi ada peningkatan,’’ ungkap Kepala Bidang PSI Komisi Informasi Provinsi Jatim A. Nur Aminuddin.
Ketua Komisi Informasi Provinsi Jatim Edi Purwanto mengatakan, keterbukaan informasi publik itu bukan hanya merupakan kewajiban. Namun, mesti menjadi strategi keunggulan kompetitif bagi setiap badan publik. Di era digital seperti sekarang, sudah seharusnya badan publik berlomba dan berinovasi dalam memanfaatkan digitalisisasi itu sebagai media penyebaran informasi kepada publik. Faktanya, belum banyak badan publik melakukan itu secara optimal.
Padahal, lanjut dia, digitalisasi informasi itu memiliki peran penting dalam meningkatkan transparansi, demokratisiasi, akuntabilitas, dan partisipasi penyelengaraan pemerintahan. ’’Masyarakat memiliki peluang untuk mengakses informasi ke badan publik. Masyarakat pun bisa turut andil dalam menyebarkannya. Di era digital ini publik pun dapat dengan cepat untuk menyuarakan aspirasi, memberikan umpan balik, sehingga kebijakan publik berjalan dengan baik seperti,’’ ujarnya.
Edi menambahkab, di era digital ini juga terjadi keberlimpahan informasi. Setiap orang hampir tidak lepas dari informasi melalui gawai masing-masing. Bahkan, informasi itu juga ketap membuat masyarakat bingung. Tidak mudah membedakan mana informasi valid atau tidak alias hoaks. Nah, dalam kondisi demikian, tentu juga membutuhkan literasi yang intensif kepada masyarakat terkait informasi publik. ‘’Butuh sinergi dan kolaborasi pentahelix sehingga tujuan mulia dari Undang-Undang tentang Keterbukaan Informasi ini benar-benar terwujud dengan optimal,’’ ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur Elis Yusniyawati menyatakan, dari hasil monitoring dan evaluasi (Monev) yang dilakukan, dalam dua tahun terakhir ini memang sudah banyak badan publik telah membentuk atau memiliki PPID. Namun, keberadaannya masih banyak yang belum mendapatkan support maksimal. Mulai dari ketersediaan atau kecukupan anggaran hingga sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten. ‘’Dalam hal ini, komitmen bersama, terutama para kepala daerah atau pucuk pimpinan badan publik, sangat dibutuhkan,’’ tegas Elis yang juga menjadi kepala bidang asistensi itu.
Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi, Sosialisasi, dan Edukasi (ASE) Komisi Informasi Provinsi Jatim Yunus Mansur Yasin mengungkapkan, pihaknya juga telah menyusun serangkaian program kegiatan untuk meningkatkan literasi tentang keterbukaan informasi publik. Baik turun langsung ke badan-badan publik maupun melalui kanal-kanal digital dan media. Bahkan, program ASE tersebut hingga menyasar hingga ke badan publik di tingkat pemerintahan desa/kelurahan. Dengan demikian, keterbukaan informasi publik semakin membumi sehingga dapat benar-benar terwujud tiga nilai, yakni transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas, seperti telah diamanatkan dalam Undang-Undang tentang KIP.
‘’Untuk mengukur semangat itu, Komisi Informasi setiap tahun akan terus melakukan monitoring dan evaluasi (Monev). Kemudian, di akhir Monev, kami akan memberikan apresiasi dan penghargaan kepada badan publik yang berprestasi dalam menjalankan keterbukaan informasi. Tahun ini, insya Allah kami mulai e-Monev, artinya tidak lagi manual, melainkan sudah digital,’’ paparnya.
Kepala Bidang Kelembagaan Komisi Informasi Jatim M. Sholahuddin menambahkan, pihaknya berterima kasih sebesar-besarnya kepada gubernur-wakil gubernur, Dinas Komisi dan Informatika, dan Komisi A DPRD Provinsi Jatim, yang selama ini telah memberikan support terhadap keberadaan Komisi Informasi. ‘’Ke depan, tentu kami mengharapkan jalinan kolaborasi tersebut semakin intensif dan harmonis, untuk bersama-sama mewujudkan visi dan misi Pemerintah Provinsi Jatim agar semakin Cettar (Cepat, Efektif, Tanggap, Transparan, Akuntabel, dan Responsif, Red),’’ pungkasnya.



