Lamongan, Jurnal9.tv – Sekretaris Komisi B DPRD Lamongan, Anshori, menilai bahwa penyaluran BLT DBHCHT (Bantuan Langsung Tunai Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) di Kabupaten Lamongan tidak tepat sasaran.
Menurut anggota dewan dari Fraksi Gerindra itu, persoalan tersebut salah satunya karena Peraturan Bupati (Perbup) Lamongan Nomor 27 Tahun 2022 yang mengatur petunjuk teknis penyaluran BLT dari DBHCHT 2022 masih terlalu longgar dan tidak detail.
Oleh sebab itu saat menggelar audiensi bersama PC PMII Lamongan di Ruang Banggar DPRD Lamongan, Anshori mendesak bahwa Perbup Nomor 27 Tahun 2022 itu harus segera direvisi.
“Perbup tersebut menimbulkan banyak tafsiran berbeda dan memunculkan perdebatan apakah sasaran sudah tepat atau belum. Menurut kami, Perbup ini harus direvisi,” tegas Anshori,
Dituturkan Anshori, pasal 6 ayat 1 di Perbup itu mengatur sasaran penerima BLT DBHCHT. Penerima itu adalah buruh pabrik rokok dan/atau buruh tani tembakau di kabupaten Lamongan yang memenuhi beberapa persyaratan.
Adapun persyaratan itu di antaranya: (a) bekerja sebagai buruh pabrik rokok di Kabupaten Lamongan dengan status buruh tetap, buruh kerja paruh waktu, atau tenaga borongan, (b) bekerja sebagai buruh tani pada pertanian tembakau yang ada di wilayah Kabupaten Lamongan, (c) penduduk Kabupaten Lamongan yang di buktikan dengan KTP.
“Perbup tersebut untuk kategori penerima buruh tani tembakau persyaratannya perlu didetailkan lagi, seperti contoh perlu dibuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa bahwa orang tersebut benar-benar buruh tani tembakau,” paparnya.
“Begitu juga disertai keterangan dari penyuluh Dinas Pertanian bahwa yang bersangkutan sebagai buruh tani tembakau, harus ada juga pernyataan bahwa dia benar-benar butuh tani tembakau, penduduk Lamongan dibuktikan dengan KTP, dalam satu kartu keluarga hanya satu penerima BLT DBHCHT,” imbuhnya.
Tak cukup itu, Anshori mengungkapkan bahwa dalam Perbup tersebut hanya memuat 2 kategori sasaran penerima, yakni buruh rokok dan buruh tani tembakau. Padahal, di Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 215/PMK.07/2021 Tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT terdapat 4 sasaran penerima.
Sehingga, sambung Anshori, terdapat 2 kategori yang belum masuk di Perbup tersebut, yaitu buruh pabrik rokok yang terkena PHK dan anggota masyarakat lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
“Seharusnya kedua kategori tersebut juga harus masuk, karena apabila Dinas Sosial kekurangan data penerima buruh rokok dan buruh tani tembakau, maka kategori yang belum masuk tersebut bisa untuk didata sebagai penerima BLT DBHCHT,” jelasnya.
Lebih lanjut, Anshori menerangkan, syarat sasaran penerima kategori anggota masyarakat lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah daerah ini juga harus di detailkan sekalian. Dengan demikian, bantuan itu bisa disalurkan tepat sasaran.
Misalnya diperuntukkan untuk kelompok masyarakat rentan seperti disabilitas, lanjut usia dan keluarga miskin. “Kedua, kami meminta evaluasi pada Dinsos, terkait pendataan penerima BLT DBHCHT, kami melihat mekanisme di beberapa tempat ada yang tidak sesuai Perbup, sehingga pendataan ini menghasilkan data yang kurang tepat sasaran,” terangnya
Anshori berharap, pada pendataan mendatang sebaiknya diserahkan kepada Dinas Tenaga Kerja untuk kategori buruh rokok. Sedangkan untuk buruh tani tembakau diserahkan ke Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian.
Mengingat, dua dinas tersebut memiliki kompetensi dan otoritas terkait buruh rokok dan buruh tani tembakau. “Mekanisme pendataan penerima BLT DBHCHT di beberapa tempat yang tidak sesuai Perbup, mengakibatkan kurang tepat sasaran. Contohnya dari data dinas ketahanan pangan dan pertanian, di kecamatan Sugio penghasil tembakau ada 3 desa, tapi yang mendapat BLT cuma 1 desa,” kata Anshori.
“Di sisi lain ada 16 desa di Sugio yang yang bukan penghasil tembakau, tapi mendapatkan BLT DBHCHT, seharusnya BLT DBHCHT itu diberikan kepada desa penghasil tembakau,” tambahnya.