Jaringan GUSDURian Desak Pemerintah Hentikan Korupsi Konstitusi Oleh DPR Terkait RUU Pilkada

Yogyakarta, jurnal9.tv -Jaringan Gusdurian Indoneaia ikut mengecam langkah DPR RI yang akan merevisi aturan Pilkada pasca keputusan Mahkamah Konstitusi terkait pengajuan calon kepala daerah dan batas usia calon. Langkah DPR ini dinilai membahayakan agenda demokrasi Pilkada 2024, banyaknya kotak kosong di lebih dari 150 daerah, hingga persekongkolan elite politik yang mengabaikan kepentingan rakyat.

“Menurut kami, ini sudah termasuk Korupsi Konstitusi yang dilakukan DPR, karena itu rakyat dan pemerintah harus menghentikannya” tegas Alissa Wahid, Direktur Jaringan Gusdurian Indonesia.

Sementara itu, kepada media, Rabu (21/8), Presiden Joko Widodo meminta semua pihak menghormati keputusan setiap lembaga negara yang diatur dalam Undang-Undang.

Sebagaimana diketahui, dalam revisi UU Pilkada, DPR membuat syarat pencalonan kepala daerah bagi partai politik yang memiliki kursi di tingkat DPRD minimal harus memiliki perolehan 20% kursi atau 25% suara di Pileg. Sementara terkait usia calon, DPR menetapkan usia 30 tahun adalah pada saat pelantikan.

Sementara syarat usia pencalonan diduga merupakan upaya untuk meloloskan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga anak bungsu Presiden Joko Widodo Kaesang Pengarep yang saat ini masih berusia 29 tahun. Jika keputusan MK yang dijalankan, maka Kaesang tidak bisa mendaftar karena pada saat pendaftaran usianya masih 29 tahun. Sementara revisi UU Pilkada yang merujuk keputusan MA memungkinkan Kaesang mendaftar karena jika terpilih pada Pilkada mendatang, ia akan ditetapkan pada usia 30 tahun.

Menurut Alissa, situasi ini bentuk korupsi pada tatanan konstitusi yang berpotensi menciptakan krisis hukum di masa depan. Dalam sistem konstitusi negara Indonesia, keputusan MK adalah final dan mengikat sesuai bunyi pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan bahwa kewenangan MK di antaranya adalah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945. “Semua elemen wajib taat menjalankan apa yang diputuskan oleh MK tanpa bisa mempuh upaya lain. Tidak menaati putusan MK adalah bentuk pembangkangan dan pengkhianatan pada konstitusi,” tegasnya.

Berikut pernyataan sikap selengkapnya Jaringan GUSDURian:

Pertama, mengecam upaya Dewan Perwakilan Rakyat yang melakukan pembangkangan konstitusi dan membahayakan kedaulatan hukum.

Kedua, meminta pemerintah untuk menghentikan pembahasan RUU Pilkada.

Ketiga, menyerukan para elite politik, para ketua umum partai dan para pimpinannya, untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompoknya.

Keempat, menyerukan kepada seluruh tokoh agama, jejaring masyarakat sipil, elemen mahasiswa, akademisi, buruh, dan kelompok masyarakat lainnya, untuk melakukan konsolidasi nasional terkait upaya penyelamatan demokrasi dan konstitusi.

Kelima, meminta kepada seluruh penggerak dan komunitas GUSDURian yang ada di lebih dari 100 kota untuk melakukan konsolidasi dan menggalang dukungan masyarakat luas sebagai upaya menjaga tegaknya konstitusi. (*)