Dalam 3 tahun ke belakang ini, tepatnya di antara 2023-2025 melalui suatu proses pembahasan yang panjang, bangsa Indonesia selayaknya merasa bersyukur atas raihan positif di bidang Literasi Pustaka dan Literasi Bahasa Isyarat. Dua bidang teknis yang mengandung pendekatan berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan dalam arti luas ini telah membawa manusia menjadi suatu makhluk hidup yang dapat mengetahui, memahami, mengolah, mengelaborasi, memproduksi dan mengevaluasi suatu informasi yang dikomunikasikan baik secara verbal/lisan, tertulis maupun secara simbol/tanda/kode/gambar/isyarat. Selayaknyalah pencapaian ini berkontribusi pada pemeliharaan citra positif dan menjadi catatan tinta emas bagi Indonesia di dalam upaya pemenuhan Hak-Hak Azasi Manusia (HAM) yang hari peringatannya jatuh pada tanggal 10 Desember ini baik nasional maupun internasional.
Kedua pendekatan di atas telah melahirkan suatu pola pembelajaran yang tidak saja lebih komprehensif terhadap pedagogi suatu bidang kajian tetapi juga lebih humanis bagi Indonesia dan dunia mengingat proses dan capaian di atas sekurang-kurangnya menjadi pengetahuan bahkan rujukan/bukti empiris terkait perilaku manusia Indonesia yang dapat diterima, dipahami, diolah, dielaborasi, dan dievaluasi bahkan dikritisi secara konstruktif.
Proses di atas membuka wawasan/pengetahuan bahwa literasi adalah suatu pengetahuan atas substansi perkembangan manusia dikelola secara komprensif dan humanis yang sangat dibutuhkan bagi pencapaian tujuan pembangunan peradaban manusia yang berkelanjutan dan berkeadilan. Mengapa demikian, karena manusia sendiri terlahir dengan segala kelebihan dan keterbatasannnya, termasuk di dalamnya karunia sehingga beberapa cendikiawan/wati melihat istilah Berkebutuhan khusus itu menjadi Berkarunia khusus.

Bagi masyarakat umum, pemahaman atas kedua bidang ini dipandang masih terbatas sebagai suatu kebutuhan personal yang berlaku dalam lingkup kecil suatu keluarga. Namun demikian, sebagai upaya untuk lebih membuka akses partisipatif semua elemen ataupun menggali karunia yang terkandung dalam diri manusia agar teraktualisasi dalam rencana atau hasil pembangunan, maka negara atau pemerintahan atau masyarakat yang baik adalah negara/pemerintah/masyarakat tersebut dapat mengantisipasi dan menyediakan berbagai hal terkait sarana dan prasarana bagi kalangan keluarga yang beranggotakan penyandang kebutuhan khusus (“berkarunia khusus) dan komunitasnya.
Tidaklah berlebihan bila dalam tahun 2023 hingga 2025 ini tercatat berbagai langkah penguatan telah diprakarsai oleh para pemangku kepentingan di lingkup nasional baik pemerintah maupun non pemerintah telah mendukung terciptanya partisipasi dan keterlibatan berbagai kalangan guna memajukan kwalitas manusia Indonesia khususnya bahkan untuk dunia. Langkah para pemangku kepentingan di Indonesia itu pun dipandang cerdas oleh pemerhati/peneliti Internasional.
Dalam periode 2023 hingga 2025, beberapa perkembangan strategis diantaranya adalah adanya berbagai pengakuan/penghargaan, kunjungan dan penguatan kebijakan atas komitmen nasional di kedua bidang di atas baik di lingkup nasional maupun internasional sebagai berikut:
a) Dilaksanakannya 2 (dua) kali Workshop Internasional secara langsung bagi Negara-Negara Anggota Colombo Plan dan workshop virtual dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) terkait Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial/TPBIS yang ditandai dengan Penyampaikan contoh konkrit berbagai Informasi ataupun metode serta Materi Teknis Substantif yang dilengkapi dengan bengkel penerapannya (technical workshop) di lingkup masyarakat sekitar, sebagai contoh: Pengajaran tentang Pertanian Perkotaan (Urban Farm); Pemberdayaan Elemen Penyandang Kebutuhan Khusus dan Kalangan Lanjut Usia dalam kegiatan Pembangunan Daerah dan Nasional (link virtual terlampir) serta Peningkatan Kesadaran atas Kekayaan Biodiversitas bagi Penguatan Ketahanan Pangan dan Energi yang dapat menumbuhkan lapangan kerja di kalangan masyarakat pedesaan dan perkotaan.
b) Di akhir kwartal ke-3 tahun 2024, tepatnya di tanggal 29-30 Agustus 2024, dalam Sidang Dewan Menteri Negara-Negara OKI yang ke-30 yang dilaksanakan di Younde Kamerun telah diadopsi 2 resolusi baik terkait dengan Ketahanan Sosial dan Keluarga maupun terkait kegiatan Universitas yang berafiliasi dengan OKI, yang menyatakan Penghargaan atas Penerbitan dan Pengajaran Mushaf Qur’an dilengkapi dengan Bahasa Isyarat serta dukungan agar pengajaran dan pendekatan ini dapat disebarluaskan di kalangan negara-negara anggota Organisasi kerja Islam/OKI yang terdiri dari 57 negara di dunia.

Sebagai tindaklanjut dari kedua kegiatan di atas, di tahun 2025 ini muncul berbagai keinginan dan apresiasi datang dari para alumni peserta konprensi untuk berkunjung langsung ke Indonesia dengan delegasi yang bersifat khusus. Satu contoh di antaranya adalah Kunjungan Muhibah Delegasi Pustakawan Malaysia (yang ketuanya adalah alumni Konprensi TPBIS ke-1 (2023) dan ke-dua (2024) ke sejumlah Lembaga terkait Literasi dan Bahasa isyarat (Perpustakaan Nasional RI dan Museum Qur’an-LPMQ Kemenag RI. Ungkapan apresiasi secara tertulis pun muncul dari perwakilan Sekretariat Kantor Sekjen OKI, para perwakilan dari peserta dari negara-negara OKI yang berasal dari benua Afrika dan Asia terhadap pengalaman Indonesia pada bidang di atas.
Patut dicatat pula bahwa rangkaian kegiatan di atas pun sejalan dengan upaya penghormatan Indonesia pada resolusi Konprensi PBB tentang Agenda Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang mencanangkan bahwa setiap negara anggota PBB di tahun 2030 diharapkan dapat mewujudkan 17 tujuan dari SDG pada setiap program-program pembangunan nasionalnya. Khusus tujuan ke-4 dari SDG ini, Indonesia telah melibatkan secara aktif peran dari Elemen Penyandang Kebutuhan Khusus. Perhatian ini pun sangat beralasan mengingat di lingkup nasional, tercatat k,l, 4.5 juta penduduk Indonesia mengalami kendala Buta dan Tuli. Sementara berdasarkan data WHO 2024, di lingkup dunia penyandang tuli mencapai 430 juta penduduk sedangkan gangguan terhadap penglihatan mencapai 2, 2 milyar penduduk.
Menyadari besarnya tantangan ini, maka komitmen di dalam memperkuat pengajaran kedua bidang di atas bagi kalangan penyandang kebutuhan khusus pun seyogyanya terus ditingkatkan secara kolaboratif dan terintegrasi. Pada tahun 2025 ini gaung dan langkah penguatan komitmen Indonesia di bidang ini pun diwujudkan secara nyata oleh sejumlah Lembaga Pendidikan baik negeri maupun swasta di Indonesia didukung oleh para warga negara/mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri. Beberapa di antaranya adalah Universitas Indonesia-Depok, Institut Daarul Qur’an Cipondoh-Kota Tangerang-Banten dan Yayasan Pendidikan Kesatuan-Cengkareng Jakarta Barat yang dimotori oleh salah satu pengurusnya yang pernah belajar di Univ Ezzitouna Tunisia Bersama mahasiswa Indonesia di Libya serta banyak lagi lembaga-lembaga nasional lainnya.
Lembaga-lembaga tersebut di atas sesuai kapasitasnya di bawah payung program pengabdian masyarakatnya telah melibatkan para penyandang kebutuhan khusus di lingkungan mereka. Untuk skala tertentu, ada lembaga pendidikan yang tergolong siap untuk membuka kerja sama pilot project di dalam mendidik tenaga trampil bagi pelatih dan siswa penyandang kebutuhan khusus tersebut, yakni seperti Fakultas Ilmu Bahasa Universitas Indonesia dan Institut Daarul Qur’an-Cipondoh Tangerang.
Dari langkah-langkah cerdas para pimpinan dan staf serta mahasiswa dari lembaga-lembaga ini nampak secercah harapan semakin menjelma menjadi Simpul Kekuatan untuk mewujudkan pola pendidikan yang humanis bagi mereka para penyandang kebutuhan khusus sehingga memberikan harapan kepada keluarga dan penyandang itu sendiri berintegrasi secara baik di lingkup sosial kemasyarakan.
Untuk beberapa bidang pengajaran, ada di atas pembinaan berkelanjutan terus dilakukan seperti dengan adanya Kegiatan Musabaqah Tilawatil Qur’an untuk Kali Pertama di Indonesia bagi para penyandang khusus Tuli dan penyiapan lapangan kerja yang tepat, pembentukan atlit berprestasi bahkan wirausahaan. Dalam pergaulan sosial telah diberikan pula alat pelindung seperti produk jam tangan karya anak bangsa yang dikenal dengan GRUWI (Kemensos RI) sehingga mereka terlatih untuk berkomunikasi dengan tim penanganan terpadu bila mereka membutuhkan pertolongan.
Semoga peran para pemangku kepentingan terkait di Indonesia di atas di dalam memperkuat akses pendidikan bagi semua kalangan dapat dijadikan momentum untuk memperkuat gerakan nasional maupun internasional guna lebih memberikan peluang yang sama bagi kalangan penyandang kebutuhan khusus untuk menjadi manusia yang berprestasi dan berakhlakul karimah. Wallahu’alam bi showab. (*)
===
*) Oleh Moehammad Amar Ma’ruf, Penulis Buku ‘Katulistiwa’, Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Kesatuan, Cengkareng, Jakarta Barat



