Buntut Lecehkan Kiai dan Pesantren, Pagar Nusa Desak Negara Cabut Hak Siar Trans7

Jakarta, jurnal9.tv -Pimpinan Pusat Pagar Nusa menggelar Aksi Bela Kiai secara damai di Kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Aksi ini merupakan respons atas tayangan Trans7 yang dinilai mencederai martabat kiai dan pesantren, serta berpotensi mengikis identitas kebudayaan bangsa Indonesia.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Pagar Nusa, Muchamad Nabil Haroen (Gus Nabil), menegaskan bahwa menjaga kehormatan kiai bukan hanya kewajiban umat Islam, tetapi merupakan bagian dari menjaga jiwa bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berkepribadian dalam kebudayaan.

“Kiai adalah penjaga akhlak, budaya, dan nurani bangsa. Ketika kiai dihina, yang dilukai bukan hanya agama, tetapi jati diri Indonesia. Negara harus hadir, karena tanpa perlindungan terhadap kebudayaan sendiri, bangsa ini kehilangan kepribadiannya,” tegas Gus Nabil dalam orasi aksi.

Tuntutan Resmi Pagar Nusa
Pagar Nusa menyampaikan lima tuntutan pokok sebagai berikut:
1. Mendesak KPI mengeluarkan rekomendasi pencabutan hak siar Trans7 secara menyeluruh atas pelanggaran berulang terhadap martabat kiai dan nilai kebudayaan bangsa.
2. Meminta Komdigi menindaklanjuti rekomendasi KPI dengan mencabut izin siar, sebagai wujud kedaulatan negara terhadap frekuensi publik.
3. Menuntut pemulihan martabat pesantren dan kiai secara terbuka melalui siaran nasional, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kultural.
4. Mendorong pembentukan mekanisme pengawasan siaran berbasis nilai kebudayaan nasional, bukan semata orientasi komersial.
5. Menegaskan bahwa frekuensi publik adalah amanah negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan ruang bebas yang memperjualbelikan identitas keagamaan.

Aksi Damai Berbasis Kebudayaan
Aksi Bela Kiai diikuti sekitar 1.500 peserta dari berbagai elemen santri, masyarakat adat, dan komunitas budaya. Ribuan pendekar memperagakan jurus salam Pagar Nusa 12 gerakan, sebagai simbol adab, pengabdian, dan penghormatan kepada guru-guru bangsa.

Sepanjang aksi, shalawat dan istighotsah dilantunkan, menandakan bahwa pergerakan Pagar Nusa berakar pada tradisi keilmuan pesantren yang mengedepankan kesejukan, bukan permusuhan.

“Ini bukan gerakan kemarahan, tetapi gerakan peradaban. Kita ingin memastikan bahwa ruang publik Indonesia tetap mencerminkan wajah bangsa yang beradab, bersanad keilmuan, dan berkepribadian dalam kebudayaan,” tambah Gus Nabil.

Penutup Damai dan Simbol Persatuan
Aksi ditutup secara damai. Sebagai simbol persaudaraan, sejumlah pendekar dan anggota aparat melakukan adu panco persahabatan, menandakan bahwa perjuangan menjaga martabat kiai tidak menciptakan jarak, tetapi memperkuat ikatan kebangsaan.

Pagar Nusa akan terus mengawal proses ini hingga marwah kiai dan pesantren dipulihkan secara layak.
Karena bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati sumber kebudayaannya sendiri.

“Bela Kiai adalah menjaga kepribadian bangsa.
Karena ketika kiai dijunjung tinggi, Indonesia berdiri bermartabat di hadapan dunia.” (*)