Jember, Jurnal9.tv – Memasuki Abad Kedua, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah memulai langkah nyata gerakan kemandirian ekonomi dengan memberikan dukungan penuh kepada pedagang kecil, UMKM, pengecer, dan konsumen ritel melalui pendirian BUMNU Grosir yang memberikan layanan produk dengan harga bersaing.
Ketua Tanfidziyah PBNU bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Rakyat, Alissa Wahid, pada Senin (06/02/2023) lalu, di Jember telah mencanangkan Gerakan Kemandirian Ekonomi NU, sekaligus Khotmil Qur’an untuk menandai dimulainya BUMNU Grosir Jember. Kegiatan ini, rangkaian Harlah 1 Abad NU yang berpuncak di Sidoarjo, yang juga dilengkapi dengan Nahdlatut Tujjar Festival.
“BUMNU grosir ini, salah satu program unggulan PBNU, bekerjasama dengan Kementerian BUMN untuk membangun 250 BUMNU, yang diharapkan, memberikan efek domino kepada organisasi maupun warga NU pelaku usaha kecil lainnya,” terang Alissa.
Menurutnya, PBNU telah menetapkan memiliki 4 agenda strategis, yaitu pengembangan sumberdaya ekonomi perkumpulan melalui unit-unit usaha, peningkatan ekonomi warga NU, pengembangan ekonomi berbasis pesantren, dan pengembangan ekonomi khusus. Keempat strategi itu, lanjut Alissa disusun dalam rangka mengakselerasi tujuan kemandirian bagi organisasi dan para nahdliyin, dengan menggandeng kementerian dan lembaga negara, pemerintah daerah, BUMN, badan usaha milik swasta.
“Beberapa kerjasama yang telah dirintis adalah program wirasantri dengan Kementerian Koperasi & UKM, program kemandirian pesantren dengan Kementerian Agama dan Bank Indonesia, program perdagangan dengan Kementerian Perdagangan, dan berbagai program lainnya,” lanjut putri sulung Gus Dur ini.
Alissa menegaskan, 4 strategi ekonomi PBNU ini untuk memenuhi kebutuhan NU sebagai jam’iyah (organisasi) maupun jamaah (warga NU), sebab salah satu tujuan NU sebagai perkumpulan sosial keagamaan Islam adalah untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat.
Dalam hal Pengembangan sumber daya ekonomi perkumpulan, lanjut Alissa, bertujuan mewujudkan kemandirian organisasi, dilakukan dengan pendirian Badan Usaha Milik NU (BUMNU) sampai tingkat struktur Pengurus Cabang NU. “Pada agenda peningkatan ekonomi warga NU, PBNU memfasilitasi inisiatif ekonomi Nahdliyyin Nahdliyyat dengan berbagai program semisal penguatan ekonomi keluarga, literasi dan edukasi keuangan, fasilitasi berbagai koperasi warga NU, pengembangan ekosistem usaha, penguatan akses permodalan, pemasaran, dan lain-lain,” tegasnya.
Alissa juga menjelaskan departementasi program kemandirian ekonomi melalui Lembaga Perekonomian (LPNU) yang akan mengembangkan Program 3 pilar yaitu Bisa Kerja, Bisa Bisnis, dan UMKM Meroket. Sedangkan Lembaga Pengembangan Pertanian (LPPNU) berfokus pada pengembangan usaha pertanian dan agribisnis di antaranya dengan program peternakan ayam dan penyediaan benih.
“Kami juga akan menggarap Pengembangan ekonomi pesantren meliputi pendidikan kewirausahaan dan keterampilan kerja santri, pendirian badan usaha milik pesantren, dan program pesantren sebagai pusat pengembangan ekonomi warga sekitar,” tambahnya.
PBNU juga punya agenda peningkatan ekonomi khusus yang berfokus pada pengentasan kemiskinan ekstrim, peningkatan kegiatan ekonomi perempuan dan difabel. Alissa menegaskan, sejak awal berdirinya, sebagaimana tercantum dalam Statuten 1926, Nahdlatul Ulama memiliki mimpi dan proyeksi untuk membangun dan mengembangkan unit-unit usaha.
Alissa mencontohkan, KH Hasyim Asy’ari, sang Rais Akbar, pernah mendirikan usaha dagang, KH Wahab Chasbullah juga dikenal sebagai pengusaha, bahkan sebelum NU lahir, telah ada Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Niagawan pada 1918. “Namun dalam perkembangannya, ikhtiar urusan perniagaan dan perekonomian tersebut tidak berkembang sepesat ikhtiar dakwah dan pendidikan yang melahirkan ribuan masjid dan pesantren,” akunya.
Karena itu, lanjut Alissa, memasuki abad kedua, PBNU bertekad menghidupkan lagi sejumlah spirit awal Nahdlatul Ulama yang tampak redup di 100 pertamanya, di antaranya spirit memajukan perekonomian warganya, juga kelembagaan NU.