Laporan keuangan adalah bahasa bisnis yang menjadi alat komunikasi informasi keuangan dan kinerja suatu perusahaan kepada pihak-pihak yang berkepentingan yang berguna untuk pengambilan keputusan. Ada sebuah postulat yang diyakini banyak analis fundamental dalam dunia investasi bahwa laporan keuangan kuartal III (Q3) adalah pengungkapan paling dapat diandalkan untuk melihat kinerja sebuah perusahaan dalam satu tahun buku.
Q3 tampak seperti laporan interim biasa, sekadar halte pemberhentian sebelum perusahaan menutup buku dan menyampaikan kinerja setahun penuh. Namun bagi analis yang memegang teguh disiplin value investing ala Benjamin Graham, Q3 dapat disebut merupakan cermin paling jernih dari kondisi perusahaan yang sesungguhnya. Q3 adalah titik ketika kosmetik naratif mulai pudar, pengaruh musiman mereda, dan ruang manajemen laba semakin menyempit. Di kuartal inilah investor dapat membaca apa yang benar-benar terjadi dalam model bisnis, kesehatan neraca, kualitas manajemen, dan keberlanjutan arus kas.
Pertama, Q3 minim distorsi musiman yang membuat penjualan melonjak mendadak, sedangkan Q1 dan Q2 melewati banyak event penggerak perekonomian: ramadan, lebaran, liburan, tahun ajaran baru pendidikan, panen, dan lain-lain. Akibatnya, laporan-laporan Q1 dan Q2 kadang menggembung karena faktor musiman tersebut, bukan karena kinerja murni strategi operasional bisnis perusahaan. Berbeda dengan Q3, aktivitas bisnis berada pada fase operasional paling stabil pada kuartal ini.
Kedua, pada Q3 tekanan untuk melakukan window dressing lebih rendah. Jadi pengungkapan mencerminkan kondisi yang lebih aktual. Bukti empiris menunjukkan dalam riset akuntansi, manajemen laba paling sering terjadi di Q1 dikarenakan perusahaan ingin membuka tahun dengan nada optimis dan Q4 dikarena manajemen ingin mempercantik laporan akhir tahun. Setiap tahun, Q4 menjadi panggung bagi banyak perusahaan untuk merapikan tampilan kinerja sebelum laporan tahunan dipublikasikan. Berbagai keputusan akuntansi mulai dari pengalihan biaya, penjadwalan ulang belanja modal, hingga percepatan pengakuan akrual pendapatan lebih sering digunakan pada akhir tahun buku untuk mencapai target yang dijanjikan kepada pemangku kepentingan.
Ketiga, riset juga menunjukkan bahwa pertumbuhan laba YTD Q3 memiliki kemampuan prediksi tertinggi. Secara siklus Q3 adalah periode di mana polanya paling stabil. Setelah melewati volatilitas awal tahun dan sebelum masuk tren konsumsi akhir tahun, perusahaan beroperasi dalam kondisi yang tergambar secara aktual. Benjamin Graham dalam bukunya Analysis Security menyebutkan kondisi ini mendekati yang disebut sebagai normal earnings, yaitu kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang berulang dan berkelanjutan di luar faktor musiman, kebetulan, atau rekayasa. Q3 mengungkapkan struktur biaya yang lebih konsisten dan margin yang lebih representatif. Pada titik ini investor dapat menilai apakah sebuah perusahaan mampu mempertahankan profitabilitas, mengalami tekanan biaya yang sistemik, memiliki pangsa pasar yang stabil, atau menghadapi disrupsi kompetitif. Tren jangka panjang paling terlihat justru di Q3.
Benjamin Graham menekankan pentingnya membaca tren kinerja, bukan hanya potret akhir tahun. Investor harus menilai perusahaan dari seberapa konsisten kinerjanya dari waktu ke waktu. Pasar hari ini semakin dipenuhi oleh noise:sentimen harian, spekulasi makro, berita viral, hingga rumor. Banyak dari hal tersebut tidak mencerminkan nilai fundamental perusahaan. Namun fundamental yang tercermin pada Q3 memberikan sesuatu informasi yang lebih aktual dan dapat diandalkan untuk menganalis nilai intrinsik suatu perusahaan.




