Dalam rangkaian acara Haul ke-37 Almagfurllah KH Ali Maksum Krapyak Yogyakarta, Asosiasi Pondok Pesantren NU atau yang dikenal sebagai Rabithah Ma’ahid Islamiyah (RMI) PWNU DIY, menyelenggarakan Silaturahim Nasional Bu Nyai Nusantara, dengan tema “Tranformasi Pesantren: Merawat Tradisi, Membangun Inovasi”. Acara dilaksanakan di Halaman PP Krapyak Ali Maksum, Sabtu 1 November malam, dan dilanjutkan di Universitas Alma Ata Yogyakarta, Ahad November 2025. Kegiatan diikuti para Bu Nyai Pengasuh Pesantren di Indonesia.
Dalam silaturahmi tersebut terungkap, rekognisi adalah pengakuan atau penghargaan atas suatu nilai, kompetensi atau tindakan yang dianggap layak. Dalam konteks pendidikan, rekognisi dapat merujuk pada pengakuan atas prestasi seseorang atau pengalaman dalam suatu bidang, khususnya pendidikan.
Pada awalnya, gelar Nyai secara otomatis diperoleh oleh seseorang yang menikah dengan Kiai. Namun sekarang ini, peran Nyai sudah berkembang ke arah keilmuan dan keagamaan. Nyai juga mempunyai peran yang strategis dalam pesantren dengan mengajar dan menempati jabatan tertentu. (Syafiq Hasyim, Bebas dari Partriakhisme Islam, Depok: Katakita. 2010). Lebih dari itu, tidak jarang Nyai juga mengemban tugas sebagaimana Kiai. Ia menjadi aktor sentral dalam pengembangan Pesantren. Karena itu, peran perempuan tidak bisa lagi dinafikan dalam Pesantren. Aktifitasnya dalam mengorganisasi dan mengembangkan Pesantren tidak lagi diragukan.
Di internal pesantren Bu Nyai memiliki beberapa peran kunci. Pertama, peran aktif sebagai Pendidik dan Pembimbing, yakni Bu Nyai mengajarkan ilmu agama, memberikan bimbingan (akhlak mulia) dan membantu santri dalam mengatasi problematika belajar dan sosial. Kedua, Kepemimpinan dan Manajemen Pesantren. Mereka sering terlibat aktif dalam pengelolaan Pesantren, termasuk perencanaan kegiatan, penyusunan kurikulum, pengorganisasian pengurus, pengawasan, serta manajemen sarana dan prasarana pondok. Dan ketiga, Pengembangan Ekonomi. Dalam beberapa hal, Bu Nyai turut mengelola dana dan sumber daya pesantren untuk mendukung operasional pendidikan, kesehatan dan pembangunan.
Sementara, Di Lingkungan Masyarakat, Bunyai memiliki peran yang tak kalah kuatnya.
Pertama, teladan dan panutan, yang memberikan nasehat dan bimbingan hidup bagi masyarakat sekitar, serta mengajak santri dalam kegiatan sosial kemasyarakatan. Kedua, berperan dalam pemberdayaan masyarakat sekitarnya, yakni mereka mendampingi warga dalam menangani masalah-masalah sosial dan memberi bekal ilmu. Bu Nyai juga berperan sebagai pendamping setia Kiai, mendukung perjuangannya baik dalam peran domestik maupun publik.
Dalam Silaturahim Bu Nyai Nusantara 4 yang dilaksanakan di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum & Universitas Alma Ata, menurut KH Hodri Ariev (Ketua RMI PBNU), ada beberapa hal yang sangat penting untuk meningkatkan rekognisi Bu Nyai dalam Transformasi Pesantren. Yaitu, Transformasi pengasuhan, Transformasi kurikulum, Transformasi sumber daya masyarakat pesantren, Tranformasi tata kelola, Transformasi kelembagaan, dan yang terakhir adalah Transformasi insfratruktur.
Keenam Transformasi tersebut kemudian dibahas dan didiskusikan secara epik dan menarik, disampaikan oleh narasumber yang hebat dan kompeten di bidangnya, yaitu Ibu Nyai Hj. Dr. Hindun Anisah, MA, Ibu Nyai Hj. Dra. Badriyah Fayumi, Lc, MA dan Ibu Nyai Hj. Dr. Maya Fitria, S Psi, MA.
Alhamdulillah, dari kampus megah, Universitas Alma Ata yang didirikan oleh Prof. Dr. H. Hamam Hadi, MS., Sc.D., Sp.GK dan Ibu Nyai Hj. Dra. Ida Rufaida yang juga Pengasuh PP Krapyak dan Pengurus RMI PWNU DIY, para ulama perempuan, Bu Nyai se Nusantara menyatukan satu visinya akan bersama-sama merawat tradisi, membangun inovasi. (*)

							


