Kemenhaj Terapkan Sistem Kuota Haji 2026 Lebih Adil dan Transparan

Jakarta, jurnal9.tv – Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Haji dan Umrah RI resmi menetapkan kuota haji 2026 sebanyak 221.000 jemaah. Jumlah ini terdiri atas 203.320 jemaah haji reguler dan 17.680 jemaah haji khusus, tetap sama seperti tahun sebelumnya.

Namun, tahun ini menjadi tonggak penting dalam penyelenggaraan ibadah haji nasional. Untuk pertama kalinya, pembagian kuota antarprovinsi dilakukan dengan dasar hukum yang jelas dan berbasis proporsi daftar tunggu jemaah sesuai amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

“Penetapan kuota haji tahun 2026 ini mencerminkan prinsip transparansi dan keadilan,” ujar Wakil Menteri Haji dan Umrah RI, Dahnil Anzar Simanjuntak, di Jakarta, Selasa (28/10).

Ia menjelaskan, pembagian kuota kini mengacu pada formula:

Kuota Provinsi = (Daftar Tunggu Provinsi ÷ Total Daftar Tunggu Nasional) × Total Kuota Nasional.
Perhitungan awal menggunakan data daftar tunggu per 16 September 2025.

Sebagai contoh, Provinsi Aceh dengan daftar tunggu 144.076 orang dari total nasional 5.398.420 akan memperoleh kuota 5.426 jemaah.

“Provinsi dengan jumlah pendaftar lebih besar akan memperoleh kuota lebih besar pula, sehingga masa tunggu antarprovinsi menjadi lebih seimbang,” kata Dahnil.

Keadilan Waktu Tunggu dan Nilai Manfaat

Selama ini, disparitas waktu tunggu antarprovinsi menjadi sumber kegelisahan di masyarakat. Ada wilayah dengan antrean hingga 47 tahun, sementara daerah lain bisa berangkat dalam waktu singkat. Kondisi ini juga menimbulkan kritik dari ulama dan MUI yang menyoroti unsur gharar (ketidakpastian) dalam pengelolaan dana manfaat haji.

Dengan pola baru berbasis daftar tunggu, keadilan ini akan berdampak langsung pada keadilan keuangan dalam konteks nilai manfaat, karena seluruh jemaah memiliki peluang yang sama dalam mengakses dana manfaat setoran hajinya.

Kebijakan Jangka Panjang dan Akuntabilitas

Dahnil menyebut, pola perhitungan baru ini akan diterapkan sekurang-kurangnya selama tiga tahun dan diperbarui pada tahun keempat. Sistem tiga tahunan ini juga sejalan dengan pola kontrak multiyears dalam layanan umum dan transportasi udara penyelenggaraan haji.

“Sepuluh provinsi akan mengalami penambahan kuota dan masa tunggu yang lebih pendek, sementara dua puluh provinsi lainnya akan mengalami penyesuaian kuota,” ungkapnya.

Ia menegaskan, sistem baru ini dirancang untuk menciptakan proporsionalitas antarwilayah, memastikan setiap warga negara mendapat kesempatan yang sama menunaikan ibadah haji tanpa perbedaan ekstrem antarprovinsi.

Kementerian Haji dan Umrah RI berkomitmen menjaga keadilan, transparansi, dan akuntabilitas dalam seluruh kebijakan penyelenggaraan haji. “Kami ingin memastikan semua jemaah mendapat hak yang setara, baik dari sisi kuota maupun pelayanan,” tutup Dahnil.