Situbondo, jurnal9.tv -Visi Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita besar bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat, maju, adil, dan Makmur pada Tahun 2045. Demikian disampaikan oleh Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., .S.H., M.Fil.I., CLA., CWC, Direktur World Moslem Studies Center dalam Studium Generale di Auditorium Pesantren Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo pada Kamis siang, 25 September 2025.
“Target kita jelas, Indonesia 2045 masuk jajaran lima negara maju dunia. Dalam Islam dikenal baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri yang baik dan mendapatkan ampunan dari Allah,” jelas Prof Haris di hadapan mahasiswa baru Universitas Ibrahimy.
Guru Besar UIN KHAS Jember itu menuturkan, ada empat pilar utama yang menjadi penopang terwujudnya Indonesia Emas 2045. “Empat pilar itu adalah pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan,” jelas Prof Haris yang juga Pengasuh PP. Darul Hikam Mangli Jember.
Ia menegaskan, keberhasilan Indonesia Emas tidak mungkin tercapai tanpa hadirnya masyarakat ilmiah yang terdidik dengan baik. “Tidak ada peradaban tanpa masyarakat ilmiah. Tidak ada Indonesia Emas tanpa masyarakat ilmiah yang well educated. Dan mahasiswa adalah calon pemimpin masa depan yang akan menentukan arah bangsa,” ujar Prof Haris yang juga Wakil Sekretaris PW NU Jawa Timur.
Lebih lanjut, Prof Haris menjelaskan pentingnya membangun budaya ilmiah di kalangan mahasiswa. Menurutnya, budaya ilmiah adalah kebiasaan yang tumbuh dari nilai-nilai keilmuan, seperti membaca, meneliti, dan berpikir objektif. “Kebiasaan membaca buku, berdiskusi dengan sehat, serta terbuka terhadap perbedaan adalah bagian dari budaya ilmiah yang harus terus ditumbuhkan,” pungkasnya.
Selain itu, Prof Haris yang juga Wakil Ketua Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (PP APHTN-HAN) menekankan pentingnya mahasiswa membiasakan diri dengan pola pikir kritis atau critical thinking. “Berpikir kritis berarti mampu bersikap skeptis, analitis, dan praktis. Mahasiswa harus bisa mengenali prasangka, berita bias, propaganda, kebohongan, dan misinformasi. Dengan begitu, kalian bisa memiliki pandangan dan kesimpulan sendiri, bukan sekadar ikut arus,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa inovasi merupakan tahap lebih tinggi dalam berpikir. “Inovasi adalah hasil dari berpikir out of the box dan tidak cepat puas dengan apa yang sudah dicapai. Inovasi lahir dari keberanian menembus batas,” jelas Prof Haris yang juga Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur.
Menurutnya, proses menemukan inovasi tidak bisa dilakukan sendirian. “Kita perlu berinteraksi dengan banyak pihak, baik dari dalam maupun luar. Bahkan, belajar inovasi akan lebih cepat jika kalian bertemu dan belajar dari dunia luar, termasuk luar negeri,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Rektor I Universitas Ibrahimy Situbondo, Dr. Minhaji, M. Pd. I dalam sambutannya mewakili Rektor menuturkan bahwa Studium Generale ini memang dipersiapkan khusus untuk mahasiswa baru. Hanya saja, kegiatan sempat tertunda karena beberapa kendala teknis. “Alhamdulillah, meski sempat diundur, acara ini akhirnya bisa terlaksana dengan baik,” ujarnya.
Ia menyampaikan apresiasi atas kehadiran Prof. Noor Harisudin yang merupakan salah satu alumni terbaik Universitas Ibrahimy dan kini sukses menjadi Guru Besar di UIN KHAS Jember. “Terima kasih Prof Haris telah datang menyapa adik-adik kita semua. Kami berharap kehadiran beliau dapat membawa inspirasi dan motivasi, tidak hanya bagi mahasiswa baru, tetapi juga bagi seluruh civitas akademika Universitas Ibrahimy,” ungkapnya.
Studium Generale ini dihadiri seribu lebih mahasiswa baru Universitas Ibrahimy Sukorejo Situbondo. Para pimpinan dan dosen di lingkungan Universitas Ibrahimy ini juga hadir menyimak acara yang berakhir jam 4 sore tersebut.