Bedah Buku “NU dan Diaspora Indonesia di Bumi Sakura”, Prof. Haris Soroti Budaya Malu Jepang

Surabaya, jurnal9.tv -World Moslem Studies Center (Womester) bersama Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU) Jepang menggelar bedah buku “NU dan Diaspora Indonesia di Bumi Sakura” secara daring, Jumat, 5 September 2025 jam 18.30-20.30 WIB,. Acara ini menjadi rangkaian Konfercabis III PCI NU Jepang yang digelar 13-14 September mendatang.

Bedah buku menghadirkan penulis sekaligus Direktur Womester, Prof. Dr. KH. M. Noor Harisudin, S.Ag., S.H., M.Fil.I., CLA., CWC. Sementara, hadir sebagai pembanding, Ketua PCI NU Jepang, Kiai Achmad Gazali, Ph.D. Para pengurus PCI NU Jepang; Gus Miqdam Musawa (Wakil Ketua), Pak Kristian (Wakil Ketua), Ust Indra (Sekretaris), Masendra (Ketua Panitia Konfercabis III), dan beberapa Ketua MWCI NU serta warga NU di Jepang juga hadir dalam acara tersebut.

Sementara dari Womester, hadir juga KH. Cecep Romli (Deputi), Abd. Kamil Rizani (Sekretaris), Muchimah, MHI, Abdur Rauf, MH, M. Irwan Zamroni, MH, Wildan Rofikil Anwar, MH.,  MT Haris, MH dan sebagainya. Para tokoh juga hadir misalnya Dr. KH. Heri Kuswara (Instruktur Nasional PD PKPNU dan PMKNU) dan Dr Ikhwanudin (Asesor Ma’had Aly se-Indonesia).

Dalam buku ini, Prof. Haris menekankan pentingnya belajar dari kehidupan masyarakat Jepang yang mayoritas non-Muslim namun mampu mengamalkan nilai-nilai universal yang sejalan dengan ajaran Islam. Salah satunya adalah budaya menjaga kebersihan.

“Tokyo termasuk salah satu dari tujuh kota terbersih dunia. Hampir tidak ditemukan sampah sedikit pun. Ini sangat ironis jika dibandingkan dengan negara Muslim seperti Bangladesh yang justru termasuk negara paling kotor di dunia, padahal Islam mengajarkan an-nadhafatu minal iman,” ujar Guru Besar UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.

Prof. Haris menambahkan, di Indonesia ajaran tentang kebersihan sering dipajang di ruang publik, tetapi praktiknya masih jauh dari harapan. “Di kota-kota kita, hadits itu sering dipampang, tapi sampah tetap berserakan,” kata Prof. Haris yang juga Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Periode 2019-2023.

Lebih jauh, Wakil Sekretaris PWNU Jawa Timur itu menyoroti prinsip hidup masyarakat Jepang, hito ni meiwaku o kakenai, yang berarti tidak merugikan orang lain. Prinsip ini diterapkan sejak anak-anak hingga kehidupan sehari-hari di ruang publik.

“Di kereta cepat Shinkansen, suasana selalu hening. Tidak ada kebisingan yang mengganggu. Anak-anak sejak dini diajari untuk tidak menyusahkan, tidak mengganggu dan juga tidak mendzalimi orang lain. Dalam kereta api shinkansen, saya telpon keluarga di Indonesia langsung didatangi polisi,” jelas Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan (KP3) MUI Jawa Timur.

Ia kemudian membandingkan dengan fenomena ‘merugikan orang lain’ di Indonesia, khususnya di Jawa Timur, dengan maraknya penggunaan sound horeg atau pengeras suara dengan volume tinggi yang memicu pro dan kontra di masyarakat.

Selain itu, Prof. Haris menekankan pentingnya budaya malu atau haji no bunka yang menjadi bagian integral dalam kehidupan orang Jepang. “Mereka malu membuang sampah sembarangan, malu tidak antre, malu berbohong. Bahkan para pejabat pun malu jika tidak amanah, hingga lebih memilih mundur ketika terjerat kasus. Padahal, Islam punya al hayau minla iman, bahwa malu itu sebagian dari iman,” tegasnya.

Prof. Haris juga menyampaikan geliat NU Jepang yang luar biasa.”Di Negeri Sakura ada kota Koga yang menjadi ‘Jombang’nya Jepang. Pusat gerakan NU Jepang di Koga. Tepatnya di Masjid NU at Taqwa Koga. Kita menyaksikan yang hidup di negeri sakura; ada lima belas MWCI NU dari 47 prefektur (propinsi) di Jepang. Semuanya hidup”, ujar Prof Haris yang sudah keliling 22 negara dunia.

Sementara itu, Kiai Achmad Gazali, Ph.D. sangat mengapresiasi buku ini. “ Ini buku yang saya rekomendasikan dibaca oleh orang Indonesia maupun orang Jepang. Buku ini juga mengalir, mudah dibaca, dan dapat dinikmati semua kalangan”, ujar alumni UIN Maliki Malang.

Meski ada sedikit masukan –misalnya jumlah MWCI NU sudah 17 hingga sekarang–, menurut Achmad Gazali, Ph.D, buku ini bisa menjadi teladan bagi umat Islam dan NU. “ Yang menarik dalam buku ini, Prof. Haris selalu mengkaitkan ini dengan Islam dan Indonesia. Saya kira, ini catatan penting untuk kita semua. Apalagi ini buku yang beliau tulis saaf safari Ramadlan di Jepang 1-15 Maret 2025 yang lalu. Hanya lima belas hari sudah jadi buku. Saya tujuh tahun di sini, tapi belum menulis buku tentang Jepang”, tukas Achmad Gazali, Ph.D.

Acara yang dimoderatori Alnus Meinata, M.Sc. (Ketua Lakpesdam PCI NU Jepang) dihadiri hampir seratus peserta dari Indonesia, Jepang dan berbagai negara dunia.  Diskusi berlangsung interaktif dan mendapat antusiasme peserta hingga tak terasa sudah dua jam lebih.