Surabaya, 19 September 2023 – Sahat Tua P Simandjuntak, terdakwa dalam dugaan kasus korupsi Dana Hibah Pokok Pikiran (Pokir) APBD Pemprov Jatim, mendapati penolakan terhadap pledoi yang diajukan dalam sidang agenda replik. Sidang ini berlangsung di Ruang Sidang Candra Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya pada Selasa (19/9/2023). Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak argumen yang diajukan oleh terdakwa.
Jaksa menilai bahwa argumen pembelaan terdakwa dan penasehat hukumnya tidak dapat diterima. Salah satu poin yang menjadi perdebatan adalah mengenai kedekatan terdakwa Sahat dengan Khosim, salah satu saksi dalam kasus ini, yang meninggal dunia sebelum kasus ini mencuat.
“Kami tidak setuju dengan dalil pembelaan terdakwa maupun penasehat hukumnya, terutama dalam hal ketidakbuktiannya kedekatan terdakwa Sahat dengan Khosim, yang kebetulan telah meninggal dunia sebelum kasus ini terungkap,” kata JPU KPK Arif Suhermanto.
Hubungan dekat antara Sahat dan Khosim terbukti melalui percakapan dalam aplikasi WhatsApp (WA) di ponsel terdakwa lainnya, Ilham Wahyudi, dengan saksi Khosim. Percakapan ini telah berlangsung sejak tahun 2017, jauh sebelum terdakwa Sahat mengaku mengenal Ilham Wahyudi dan Abdul Hamid pada tahun 2022.
“Data yang tercatat dari tahun 2017 hingga 2022 menunjukkan bahwa hubungan antara mereka telah terjalin, terutama dalam pesan chat terkait pertemuan Sahat dengan Khosim,” kata Arif.
Selain itu, ada bukti transaksi uang yang terkait dengan sejumlah pihak dan akhirnya mengarah kepada terdakwa Sahat.
“Kami juga memiliki bukti transaksi dari Afif yang mengindikasikan bahwa pertemuan dengan Khosim terjadi sebelum pandemi COVID-19, yakni pada tahun 2019,” tambahnya.
Bukti-bukti tersebut memperkuat klaim bahwa terdapat aliran dana sebesar Rp 39,5 miliar yang sebelumnya dibantah oleh terdakwa Sahat.
“Kesimpulannya adalah bahwa hubungan antara Khosim dan terdakwa Sahat sudah jelas. Dan terdapat perantara yang terbukti dalam aliran dana senilai Rp 39,5 miliar, yang terdiri dari Rp 36 miliar yang dikaitkan dengan Khosim dan Rp 3 miliar yang terkait dengan Rusdi,” ungkapnya.
Arif Suhermanto juga menjelaskan mengenai uang senilai Rp 1,4 miliar yang disita oleh KPK. Uang ini diambil dari saksi Afif, yang merupakan teman dari terdakwa Rusdi, yang bekerja di sekretariatan Sahat. Penyitaan tersebut didasarkan pada keterangan Afif yang menyebutkan ketidakjelasan sumber perolehan uang tersebut.
Arif juga mengungkapkan dugaan kuat bahwa uang tersebut didapatkan dari praktik korupsi yang sama dengan yang dilakukan oleh terdakwa Sahat.
“Saksi Afif mengakui bahwa uang-uang tersebut dikumpulkan dan diterima dari beberapa anggota DPRD. Kami menduga bahwa sumber uang ini sama dengan yang digunakan oleh Pak Sahat dalam praktik korupsi yang dilakukannya,” jelasnya.
“Oleh karena itu, kami memandang wajar untuk menyita uang-uang tersebut karena asal-usulnya tidak jelas. Kami perlu memahami dari mana uang itu berasal dan bagaimana perolehannya, bukan hanya dari sumber yang resmi dan formal. Ini adalah langkah yang diperlukan,” tambahnya. (*)