Manuver Nasdem yang kemungkinan besar membuka peluang Cak Imin sebagai Cawapres berpasangan dengan Anies Baswedan sangat potensial menimbulkan gempa politik yang cukup besar. Tidak hanya dalam blok koalisi perubahan dan persatuan saja, namun juga di blok koalisi partai-partai pengusung Prabowo Subijanto. Meski demikian, kecil kemungkinan koalisi perubahan persatuan ataupun blok-blok koalisi lainnya, khususnya blok koalisi yang dinahkodai oleh Partai Gerindra dan blok koalisi yang dinahkodai oleh PDIP akan bubar. Kemungkin terbesar yang ada di masing-masing blok koalisi tersebut, hanya perubahan komposisi partai-partai pendukungnya saja.
Jika Partai Demokrat lepas dari koalisi perubahan persatuan (KPP), ada kemungkinan akan mencari mitra koalisi lainnya yang lebih menjanjikan untuk memberikan tiket Cawapres. Jika Sandiaga Uno peluangnya kecil untuk mendapatkan tiket Cawapres Ganjar Pranowo, bisa juga akan mendorong PPP untuk mencari mitra koalisi dari partai-partai lainnya yang bisa menawarkan tiket Cawapres atau bahkan Capres. Bahkan masih terbuka peluangnya untuk bersama-sama dengan Partai Demokrat membangun blok koalisi baru. Meski keduanya masih belum aman memenuhi syarat Presidential Threshold. Namun, kemungkinan ini, masih terbuka untuk terjadi.
Terkait koalisi perubahan persatuan (KPP), kita tahu, Nasdem merupakan partai pertama yang menggagas koalisi ini, yang kemudian mengundang PKS dan Partai Demokrat bergabung hingga kemudian dideklarasikan bersama melalui piagam koalisi. Bergabungnya PKB ke koalisi perubahan yang diinisiasi Nasdem, sangat terbuka. Apalagi jika Cak Imin mendapatkan tawaran tiket Cawapres dari Nasdem dan Anies Baswedan. Ini tentu membawa konsekuensi politik lanjutan. Jika Cak Imin (PKB) benar-benar gabung ke Nasdem mengusung Anies, maka sangat besar peluangnya terjadi perubahan komposisi blok koalisi partai-partai kubu Prabowo (Gerindra dkk) dan juga blok koalisi perubahan dan persatuan (KPP) sendiri. Manuver Cak Imin ini mengguncang dua blok koalisi sekaligus, koalisi partai-partai pendukung Prabowo dan sekaligus partai-partai yang selama ini menominasikan Anies sebagai Capres
Jika mengacu pada data survei yang sudah dirilis oleh lembaga-lembaga survei kredibel, elektabilitas Anies masih tertinggal cukup jauh dari Prabowo maupun Ganjar. Mayoritas data-data survei dari lemabaga-lembaga tersebut juga menunjukkan elektabilitas Cak Imin juga masih sangat rendah. Namun, kalau keduanya dipasangkan, bukan tidak mungkin, daya elevasi elektabilitas Anies meningkat cukup tajam. Sebagaimana kita tahu, PKB yang saat ini dipimpin oleh Cak Imin, memiliki basis pendukung inti yang sangat kuat di Jawa Timur, dan cukup kuat di Jawa Tengah. Ini dua provinsi dengan basis NU yang sangat kuat. Dari data-data survei yang ada, elektabilitas Anies di kedua provinsi ini sangat rendah, tertinggal jauh dibandingkan Ganjar dan Prabowo. Di sini, peluang Cak Imin untuk membantu akselerasi elektabilitas Anies Baswedan di kedua provinsi ini masih terbuka lebar.
Baik Nasdem dan Cak Imin (PKB) mampu menjalankan manuver politik yang sangat cerdik. Momentum yang mereka pilih untuk bermanuver juga cukup tepat, dimana manuver ini dijalankan beberapa minggu setelah PAN dan Golkar bergabung ke koalisi blok pengusung Prabowo dan setelah acara perayaan ulang tahun PAN yang ke-25 kemarin
Langkah Nasdem dan Cak Imin/PKB ini tidak hanya potensial mengguncang blok koalisi pengusung Prabowo maupun Anies. Namun juga sangat potensial mengguncang basis dukungan elektorat/pemilih, khususnya di Jawa Timur dan Jateng ke Prabowo maupun ke Ganjar
Kemungkinan-kemungkinan seperti itu bisa terjadi pada bulan ini dan beberapa bulan mendatang. Tentu kita perlu melihat efek dari manuver Cak Imin dan Nasdem ini dengan data-data survei yang lebih akurat (*)
Oleh:
Nyarwi Ahmad, Dosen Komunikasi Politik FISIPOL UGM YK dan Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies (IPS)