Surabaya, Jurnal9.tv – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surabaya telah menjatuhkan putusan terkait perkara pornografi berjudul “kebaya merah” 29 Agustus 2023. Terdakwa, Aryarota Cumba Salaka, dan Anisa Hardiyanti, dijatuhi hukuman 2 tahun 4 bulan penjara untuk Aryarota Cumba Salaka dan 2 tahun penjara untuk Anisa Hardiyanti. Hukuman ini merupakan akumulasi atas dua perkara berbeda, yaitu perkara kebaya merah dan perkara threesome.
Ketua Majelis Hakim, Saifudin Zuhri, menyatakan bahwa keduanya terbukti secara sah melanggar Pasal 29 juncto Pasal 4 ayat (5) UU RI nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi juncto pasal 4 ayat (1) KUHP.
“Menjatuhkan pindana kepada terdakwa satu Aryarota Cumba Salaka satu tahun dan dua bulan dan terdakwa dua Anisa Hardiyanti dengan pidana penjara satu tahun dan denda masing-masing Rp250 juta apabila denda tersebut tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama dua bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Surabaya, Syaifudin Zuhri.
Meringankan hukuman terdakwa adalah pengakuan dan penyesalan mereka, usia muda, serta janji untuk tidak mengulangi perbuatannya. Namun, hal yang memberatkan hukuman mereka adalah dampak keresahan yang ditimbulkan di masyarakat.
Kuasa Hukum terdakwa, Nur Badriyah, mengatakan akan mempertimbangkan langkah selanjutnya. Namun, untuk saat ini, mereka belum memutuskan untuk mengajukan banding.
“Kami dari tim kuasa hukum terdakwa masih akan pikir-pikir dahulu,” ungkapnya.
Setelah menjalani sidang putusan perkara kebaya merah, Aryarota Cumba Salaka dan Anisa Hardiyanti menjalani sidang perkara lain yakni perkara pornografi threesome. Dalam sidang ini, Aryarota Cumba Salaka dijatuhi hukuman 1 tahun 2 bulan penjara, sementara Anisa Hardiyanti dan Chavia Zagita masing-masing dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.
Kuasa Hukum terdakwa, Nur Badriyah, mengatakan bahwa kliennya mendapat hukuman akumulasi, dengan Arya mendapat hukuman 2 tahun 4 bulan penjara dan Anisa mendapat hukuman 2 tahun penjara.
Meskipun demikian, pihaknya mengucapkan terima kasih kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Majelis Hakim karena telah mempertimbangkan sisi kemanusiaan.
“Anak-anak ini adalah anak-anak muda yang punya potensial, mereka khilaf,” jelasnya.
Terkait kemungkinan banding, tim kuasa hukum terdakwa belum mengambil keputusan.
“Sejauh ini belum ada pikiran untuk banding, karena saya harus berkoordinasi dengan orang tuanya,” pungkas dia.