Surabaya, Jurnal9.tv- Kiprah internasional Nahdlatul Ulama untuk perdamaian dunia diapresiasi Ulama Besar dari Tarim, Yaman Habib Umar bin Hafidz sebagai langkah menjalankan amanat ajaran dan risalah dakwah Islam, menebarkan perdamaian, membangun kemanusiaan, mengukuhkan persaudaraan, dan menjadi rahmat bagi semesta alam. Hal itu disampaikan Habib Umar dalam silaturahminya ke jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang berlangsung di kediaman Rois Am, KH. Miftahul Akhyar di PP Ihyaus Sunnah Surabaya, pada Rabu (23/8) siang.
Namun demikian, Habib Umar juga memberikan catatan agar kita harus pandai-pandai dalam memilih partner dalam bekerjasama. Jangan sampai kemudian pekerjaan besar kita dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak yang tidak tepat.
Habib Umar Bin Hafidh bersilaturahmi didampingi putera sulung beliau, Habib Salim bin Umar Bin Hafidh, Habib Jindan bin Nauval bin Salim Bin Jindan, Habib Sholeh bin Muhammad al-Jufri, Habib Hasan Ismail al-Muhdlor, dan beberapa ulama dari berbagai negara.
Bersama Rois Am PBNU, hadir mendampingi KH. Mudatsir (Rois Syuriah), Habib Ahmad bin Edrus Al-Habsyi (A’wan), KH. Zulfa Musthofa (Wakil Ketua Umum), KH. Saifullah Yusuf (Sekjen), Gus Gudhfan (Bendahara Umum), KH. Umarsyah (Ketua), KH. Fakhrurrozi (Ketua), dan Dr. Ginanjar Sya’ban (Wakil Sekjen). Beberapa ulama pesantren di Jawa Timur juga hadir, diantaranya KH. Abdurrahman Abdulloh Faqih (PP. Langitan), KH. Mas Achmad Sa’dulloh (PP Sidogiri), juga Pengurus Pusat dan Daerah Majelis al-Muwasholah serta pengurus PCNU Kota Surabaya.
Dalam kesempatan itu, Habib Umar bin Hafizh mengungkapkan kesyukurannya atas majlis ini. Beliau berterimakasih kepada KH. Miftachul Akhyar selaku tuan rumah dan para ulama dari NU atas sambutannya yang baik. Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah ajaran Islam yang benar dan telah terwariskan selama berabad-abad lamanya dari generasi ke generasi. “Manhaj tersebut juga yang menjadi pegangan al-sawâd al-a’zham bagi umat Muslim selama berkurun-kurun lamanya,” tambah pengasuh Darul Musthafa, Tarim, Yaman.
Habib Umar juga menegaskan kembali tentang tiga poros dakwah ahlussunnah wal jamaah di Indonesia, yakni Dakwah Wali Songo, dakwah KH. Hasyim Asy’ari dan NU, serta dakwah para Alawiyyin atau haba’ib di Nusantara. “Dakwah tiga poros ini telah berlangsung selama sekian lamanya dan merupakan representasi dari manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang harus dipegang teguh tersebut,” lanjut sambil berwasiat kepada umat Muslim di Indonesia untuk selalu berpegang teguh pada tiga poros dakwah tersebut.
Dalam kesempatan itu, Waketum PBNU, KH. Zulfa Musthofa, mengungkapkan rasa syukur dan kegembiraan atas kedatangan Habib Salim bin Umar Bin Hafidh di Indonesia, dan pertemuan ini menjadi keberkahan yang luar biasa, serta membawa kemaslahatan dan kebahagiaan bagi warga Nahdliyyin khususnya, dan bagi umat Muslim Indonesia serta Dunia Islam pada umumnya.
KH. Zulfa Musthofa menjelaskan tentang perjalanan sejarah, kiprah dan peran Nahdlatul Ulama, baik dalam kancah nasional atau pun internasional, juga dalam ranah keagamaan, sosial, atau pun kebangsaan.
Dijelaskan oleh KH. Zulfa, bahwa NU adalah organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia, bahkan organisasi keislaman yang berhaluan Ahlus Sunnah wal Jama’ah terbesar di dunia, dengan jumlah warga yang terafiliasi lebih dari 100 juta orang. NU merupakan organisasi keislaman yang berlandaskan pada manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang dalam aqidah mengikuti manhaj imam al-Asy’ari dan al-Maturidi; dalam syariah mengikuti manhaj para imam mujtahid empat, khususnya Imam Syafi’i’; dan dalam akhlaq mengikuti manhaj para ulama sufi yang muktabar, seperti Imam Junaid, Imam Ghazali dan lain-lain.
“NU juga berpegang teguh pada prinsip tawassuth, i’tidal, tawazun, tasamuh dalam menjalankan nilai-nilai keagamaan Islam,” ungkapnya.
KH. Zulfa juga menjelaskan, jika NU didirikan 1 abad silam, tepatnya pada 16 Rajab 1344 Hijri di kota Surabaya, kota yang menjadi tempat pertemuan antara Habib Umar b. Hafizh dengan para pengurus harian PBNU pada hari ini. NU didirikan untuk meneruskan risalah dakwah Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang telah berlangsung sejak masa kenabian, sahabat, tabi’in, para salafus sholih, hingga abad ke-20 M. Risalah dakwah tersebut telah berlangsung dari generasi ke generasi tanpa putus, yang kemudian terestafetkan tonggak risalahnya oleh NU.
Selanjutnya, kiprah internasional NU telah dimulai sejak tahun-tahun awal mula berdirinya. Hal ini termanifestasikan dalam gerakan Komite Hijaz di tahun 1926-1928. Komite Hijaz adalah inisiatif besar yang dilakukan oleh NU untuk merespon berubahnya tatanan global dunia Islam pada saat itu, pasca runtunya kekhalifahan Turki Ottoman di tahun 1924, disusul dengan jatuhnya kota suci Makkah ke pihak penguasa Nejd (al-Saud) yang memiliki ideologi “tersendiri”.
Melalui Komite Hijaz, NU menginisiasi gerakan internasional agar tradisi intelektual dan spiritual Islam yang telah berkembang selama berabad-abad lamanya di kota suci Makkah tetap dipertahankan, juga agar monumen dan situs-situs bersejarah tetap dilestarikan. Dengan Komite Hijaz, NU hendak mengkampanyekan agar ideologi tradisional Ahlus Sunnah wal Jama’ah terus berjalan dan berkembang.
Peran NU, lanjutnya, juga tampak sangat signifikan dalam sejarah perjalanan negara-bangsa Indonesia. Baik pada masa pra-kemerdekaan, masa kemerdekaan, masa mempertahankan kemerdekaan hingga masa sekarang ini, NU senantiasa menunjukkan komitmen dan kontribusinya bagi terus tegaknya NKRI.
Pada masa kemerdekaan, Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan rois akbar NU pada masa itu, mengeluarkan fatwa resolusi jihad pada 22 Oktober 1945 yang berisi seruan kewajiban umat Muslim untuk turut serta turun ke medan perang guna mempertahankan kedaulatan dan kemerdekaan Indonesia, agar tidak lagi jatuh ke pihak penjajah. Fatwa tersebut yang kemudian meledakkan perang semesta 10 November 1945 di Surabaya, yang menjadi benteng pertahanan eksistensi NKRI hingga tetap tegak dan merdeka hingga hari ini.
Di masa sekarang, kiprah NU di dunia internasional terus menguat. Beberapa bulan silam, NU menginisiasi pertemuan para pemuka agama dunia dalam forum R20, yang merupakan bagian dari rangkaian G20 Summit, di mana Indonesia memegang presidensi atasnya. Pun, pada awal Agustus 2023 lalu, NU kembali menginisiasi pertemuan para pemuka agama negara-negara ASEAN. “Tujuan dari inisiatif tersebut, adalah NU hendak mendorong terciptanya perdamaian dunia dan masa depan peradaban umat manusia yang lebih damai, penuh dialog, persaudaraan, dan kerjasama,” tandasnya (*)