Premiere di Surabaya, Film Hati Suhita Mendapat Respon Baik Para Gus dan Ning

Surabaya, Jurnal9.tv – Film Hati Suhita resmi sudah tayang di bioskop pada Jumat(12/05/2023). Pada penayangan premiere kemarin, para aktor atau pemeran film Hati Suhita ikut menyapa sekaligus meet and greet bersama penonton di XXI Royal Plaza Surabaya.

Ra Mohammad Nasih Aschal, Dzurriyah Syaichona Cholil Bangkalan sekaligus anggota DPRD Jatim yang juga menonton premiere film Hati Suhita mengungkapkan apresiasinya.  Menurutnya film ini selain memberikan insipasi, juga di dalamnya penuh dengan pesan edukasi.

“Luar biasa, ini sebuah film yang selain memberikan inspirasi, juga sarat dengan edukasi,” terangnya.

Ia pun mengaku bangga karena pondok pesantren mampu menghasilkan karya yang luar biasa. Ra Nasih, sapaan akrabnya, mengatakan film ini kental dengan pesan-pesan agama. Ia menuturkan bahwa ini bisa menjadi bukti bahwa agama bukanlah sesuatu yang kaku.

“Kita juga berbangga bahwa pesan-pesan agama di sini sangat kental. Dan ini menjadi sebuah pembuktian bahwa agama ini bukanlah sesuatu yang kaku. Agama itu bukanlah sesuatu yang mengikat orang untuk tidak bisa berkreasi. Dan pesan ini sangat dalam sekali tersampaikan melalui film ini”.

Gus Haris

Apresiasi juga disampaikan oleh Gus M Haris Damanhuri , pengasuh pondok pesantren Zainul Hasan Genggong. Gus Haris mengatakan bahwa ini merupakan film yang keren dengan mengangkat kearifan lokal situasi pesantren. Menurutnya film ini tidak hanya bercerita tentang kisah percintaan Gus dan Ning, namun juga menggambarkan situasi pesantren pada saat ini. 

“Filmnya keren, artinya ini adalah kearifan lokal situasi pesantren masa kini. Jadi filmnya mengalir, modern, dan ini adalah kebanyakan memang fakta yang kadang terjadi di pesantren. Dan apa yang tersampaikan itu tidak hanya tentang sebuah perjalanan percintaan seorang gus dan ning dan lain sebagianya, tetapi memang yang tergambarkan situasi pesantren pada saat ini seperti itu.” terang Gus Haris terkait pandangannya tentang film Hati Suhita.

Menurutnya, potensi banyaknya penulis di pesantren tidak lepas dari sejarah bagaimana ulama-ulama pada masa lalu yang selalu menghasilkan karya

“Di pesantren saat ini begitu banyak talent, banyak penulis karena memang ini tidak terlepas dari para pendahulu, poro kiai, dan poro alim itu selalu menghasilkan karya. Sebuah tulisan yang kadang-kadang lebih maju dari apa yang kita pikir saat ini”.

Gus Haris memuji film ini sebagai penggambaran yang luar biasa dari kehidupan pesantren. Penggambaran berita yang dibawa berbeda dari yang selama ini ada.

“ Ini  pennggambaran yang sangat luar biasa, aktornya keren, aktrisnya juga keren, kemudian suasana pesantrennya juga keren. Saya rasa ini sebuah combine yang luar biasa. Penggambaran dari cerita pesantren yang berbeda dari yang selama ini ada”.

Ia berharap untuk kedepannya akan lahir karya ataupun tulisan-tulisan baru dari para santri. “Pada akhirnya banyak tulisan-tulisan yang muncul dari karya para Santri, Ning, Gus, siapapun ya. Yang tidak hanya sebuah keilmuan, tapi hal-hal yang ringan seperti ini. Yang ada banyak hal yang bisa jadi pembelajaran kepada para santri masa depan”.

Sementara itu, Ra Nasih menyampaikan harapannya akan muncul lagi film karya santri semacam ini kedepannya. “Harapannya tentu dari film ini akan muncul lagi film-film karya anak santri yang juga menjadi bagian dari bangsa Indonesia ini untuk ikut mewarnai sekali lagi dalam dunia perfilman Indonesia”. (swp/snm)