Probolinggo, Jurnal9.tv – Sebelum berlangsung halaqoh, Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong KH Moh Hasan Mutawakkil Alallah memberikan pesan penting agar kaum santri mengambil pelajaran dari sejarah. Dengan kesadaran umat Islam untuk mengambil pelajaran sejarah, di antaranya akan bisa diketahui pelajaran perjuangan para tokoh agar menjadi keteladanan bagi generasi santri di masa mendatang.
“Sejak awal berdiriya negara, terdapat perbedaan pandangan soal bentuk negara. Ada kelompok Islam politik menginginkan agar agama tidak dipisahkan dengan negara.
“Sedangkan kelompok nasionalis berpihak pada agagasan pemisahan agama dari negara. Urusan-urusan agama hanya mengurusi masalah ukhrawi atau akhirat. Sedangkan negara mengurusi masalah duniawi atau sekuler,” tutur Kiai Mutawakkil, yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur.
Dalam sejarah kemudian, terjadi perubahan-perubahan dalam Piagam Jakarta, merupakan upaya kelompok Islam pada masa-masa sulit awal berdirinya negara. Hal itu merupakan pengorbanan dari kelompok Islam untuk mewujudkan negara dengan persatuan dan keutuhan bangsa.
“Kini, semua permasalah yang muncul, berangkat dari dua pemikiran tersebut. Hingga pada saat Pemilu 1955, merupakan pesta demokrasi paling jujur dan adil dalam perjalanan bangsa Indonesia,” kata Kiai Mutawakkil, yang mantan Ketua PWNU Jawa Timur.
Dalam khazanah fikih (hukum Islam) selalu mampu mengantisipasi adanya perubahan di masyarakat, yang tetap berpedoman pada nilai-nilai ajaran Islam. Seiring dengan perkembangan zaman, para ulama dan ahli fikih semestinya mengantisipasi perubahan yang ada di masyarakat. Terutama hadirnya “generasi Z” yang akan mengukir zaman keemasan bagi Indonesia di masa mendatang.
“Saya mengusulkan, sepertinya sudah waktunya PBNU memiliki literasi kenegaraan berbasis agama, untuk milenial dan generasi Z. Sehingga, fikih kewarganegaraan mampu diserap bagi generasi terkini dalam memahami kehidupan masyarakat dan negara kita,” tuturnya.
“Generasi Z yang harus disentuh. Karenanya, mereka juga disebut generasi internet, maka literasi yang dimaksud tentang kewarganegaraan berbasis kegamaan, sangat diperlukan. Mereka generasi emas Indonesia di masa depan, yang akan mengharumkan Islam Nusantara, Islam ala Ahlissunnah waljamaah,” kata putra KH Hasan Saifourridzal ini.
Menurut Kiai Mutawakkil, dalam hukum Islam (hukum fikih) selalu mengiringi perubahan di tengah masyarakat, dan umat Islam. Karenanya, PBNU yang sekarang telah mendunia, setidaknya setelah menggelar acara Religion of Twenty (R20) di Nusa Dua Bali, belum lama ini, segera mengantipasi kebutuhan zaman dimaksud.
Akhirnya, Kiai Mutawakkil sebagaimana biasanya mengakhiri dengan berpantun: “Pergi ke Mesir mampir Palestina, Beli roti zamboza di Yordania. NU hadir untuk Peradaban Dunia, dipimpin Gus Yahya kok makin mendunia.”